Judul : Crazy For The Storm
Penulis : Norman Ollestad
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Qanita
Halaman : 327
“Kami tergeletak
di antara reruntuhan pesawat. Tubuh kami berada di tepi sebuah lubang dengan kemiringan
45 derajat yang siap mencemplungkan kami ke suatu tempat tak dikenal. Dalam
deru angin dan salju yang sangat dingin, kami berayun-ayun pada ketinggian 76
meter dari puncak—jarak antara hidup dan mati.”
“Ayah dan aku
adalah satu tim, dan dia adalah Superman.” Itulah yang ditulis Norman. Tetapi
kini, sang ayah telah tewas sedangkan dirinya masih berusia sebelas tahun dan
terjebak dalam gunung bersalju setelah pesawatnya menabrak gunung.
Dalam duka yang mendalam, Norman yang dipenuhi kenangan akan didikan ayahnya, berjuang mati-matian menembus medan yang sangat berat, dinginnya salju dan badai es tanpa makanan tanpa minuman. Bocah itu mencoba bertahan hidup seorang diri.
Dalam duka yang mendalam, Norman yang dipenuhi kenangan akan didikan ayahnya, berjuang mati-matian menembus medan yang sangat berat, dinginnya salju dan badai es tanpa makanan tanpa minuman. Bocah itu mencoba bertahan hidup seorang diri.
~
<<<>>> ~
Luar biasaaaaa..…
Pengalaman Norman bersama ayahnya
(sebelum kecelakaan itu) melakukan hal-hal extreme bersama-sama, ikatan yang
dibentuk keduanya, ayah Norman yang selalu berpikir positif membuatku kagum.
Kalau dibuku itu tidak ada catatan “A
True Story” aku akan mengira ini buku fiksi, apa yang dialami Norman membuatku
terpana.
Kehidupan di Pantai Topanga, perjalanan
ke Mexico – lari dari pos penjagaan, ditembak, truk yang mogok, memasuki
rawa-rawa, hutan, akhirnya menemukan pantai dan pemukiman –, kegiatan
sehari-harinya – berselancar dengan legenda, skateboard, hoki, football, sepak
bola – bagiku itu menakjubkan.
Pada saat kecelakaan pesawat menimpanya
dia bertekad untuk menyelamatkan ayahnya seperti ayahnya yang selalu
menyelamatkannya di saat dia mengalami kesulitan. Perjuangannya, langkah demi
langkah untuk keluar dari gunung, melawan hawa yang sangat dingin, naik turun perasaannya pada saat itu dijelaskan secara terperinci di buku ini.
Hidup harus terus dijalani setelah
kecelakaan itu, dan dari semuanya dia berterima kasih karena ayahnya telah
mengajarinya berselancar, berselancar membuatnya diterima dikalangan murid
populer selain itu berselancar memberikan dia kebebasan, membuatnya merasa kuat
dan berani dan menjadi bagian dari sesuatu yang hebat.
Fakta di akhir buku ini membuatku
merinding, keajaiban… keajaiban yang membuat Norman bisa selamat dari kecelakaan
itu.
~
<<<>>> ~
“Karena hasilnya indah kalau semuanya
menyatu.” (hal 74)
“Hebat kau, Ollestad si Mata Elang. Lihat
kan? Jangan pernah menyerah.” (hal 103)
“Jangan mencemaskan kemenangan, Ollestad.
Tetaplah mencoba. Sisanya akan menyusul.” (hal 105)
Hal-hal yang indah kadang-kadang
bercampur aduk dengan yang mengerikan, bahkan bisa terjadi pada saat yang
bersamaan, atau yang satu menimbulkan yang lain, pikirku. (hal 144)
“Rasa
duka,” kata Eleanor. “Jika kau begitu
larut di dalamnya, akan tumbuh sesuatu yang beracun seperti kanker di dalam
dirimu. Ayahmu adalah mahakaryanya.” (hal 281)
Hidup bukan sekadar bertahan melewatinya.
Di dalam setiap kegundahan terdapat ketenangan – seberkas cahaya yang terkubur
dalam kegelapan. (hal 306)
Aku ingin menjelaskan cobaan itu agar dia
mengerti bahwa melongok ke dalam diri untuk mengatasi sesuatu yang tampaknya
tak mungkin ditaklukkan dapat dimiliki setiap orang, terutama dirinya. (hal
308)
Ayahku membentukku agar merasa nyaman
dalam badai. (hal 318)
Rasa
: mengalir, tersenyum, tegang,
kesal, terharu, gelisah, kagum, terpana, terpesona, deg-degan, merinding
Tidak ada komentar:
Posting Komentar